Pesawat Batal Terbang, Rolas Sitinjak Ingatkan Hak dan Kompensasi Penumpang

Sabtu, 09 November 2019 - 21:31 WIB
Pesawat Batal Terbang, Rolas Sitinjak Ingatkan Hak dan Kompensasi Penumpang
Pesawat Batal Terbang, Rolas Sitinjak Ingatkan Hak dan Kompensasi Penumpang
A A A
JAKARTA - Antrean tampak menjejali ruang tunggu penumpang pesawat Sriwijaya Air di Terminal Bandara Soekarno Hatta, Banten pada Kamis (7/11) lalu. Mereka kebingungan, pasalnya pesawat yang akan mereka tumpangi batal melakukan penerbangan. Hal serupa juga terjadi di Lampung, Padang, dan di sejumlah tempat. Bahkan, di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Makassar, terdapat sejumlah penumpang yang merusak fasilitas di loket Sriwijaya, buntut tidak ada kejelasan pemberangkatan.

Terjadinya penelantaran penumpang itu akibat memburuknya hubungan Kerja Sama Manajemen (KSM) antara Siriwjaya Group dan PT Garuda Indonesia Airlines Tbk (GIAA). Garuda Indonesia memberikan instruksi mendadak kepada tiga anak perusahaannya, yakni PT GMF Aero Asia, PT Gapura Angkasa, dan Aerowisata agar tak memberikan pelayanan dan perawatan bila Sriwijaya menolak syarat pembayaran tunai di muka pada Kamis. Sriwijaya menolak, sehingga sejumlah penerbangan mengalami pembatalan pemberangkatan.

Wakil Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Rolas Sitinjak secara tegas meminta Sriwijaya Air mengutamakan kepentingan penumpang sebagai konsumen. Dia meminta dipersiapkan rencana penanganan kelangsungan pelayanan kepada konsumen yang sudah membeli tiket dan diadakannya rencana pelayanan di masa pengakhiran KSM agar tidak terjadi service disruption oleh pemberi jasa.

"Era kini, pelaku ekonomi harus menjaga marwah kepentingan konsumen. Negara pun harus hadir memastikan hak konsumen terpenuhi. Karenanya, BPKN akan perjuangkan hak-hak konsumen dalam kegaduhan ini. Silakan membuat aduan," ungkap Rolas dalam pernyataan resminya di Jakarta, Sabtu (9/11).

Buat Anda yang suka traveling atau bepergian, bila pesawat Anda terlambat atau bahkan batal terbang, maka pastikan Anda mendapat hak sebagai konsumen. Rolas yang juga berprofesi sebagai pengacara dan pernah memenangkan lima kali gugatan terhadap maskapi Lion Air akibat ditelantarkan pun berbagi info soal hak konsumen bidang penerbangan.

Rolas merujuk Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen merupakan dasar pegangan bagi konsumen. Sayangnya, dia menilai pemahaman pelaku usaha dan konsumen belum memadai. Bahkan, sikap konsumen juga kurang mendukung iklim perlindungan.

Dalam bisnis jalur angkutan udara, menurutnya, seringkali maskapai tidak mematuhi Pasal 8 ayat (1) huruf f UU Perlindungan Konsumen yang menyebutkan pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang atau jasa yang tidak sesuai dengan janji dinyatakan dalam label, e-tiket keterangan, iklan atau promosi penjualan barang atau jasa tersebut.

Khusus di bidang jasa penerbangan, yang sering terjadi adalah keluhan atas penundaan (delay) keberangkatan pesawat. Dalam kasus Sriwijaya Air, aksi penundaan penerbangan tanpa keterangan yang jelas sebenarnya sudah melanggar aturan.

"UU Nomor 14 tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik mengaturnya. Penumpang bisa menuntut hak mereka atas informasi penerbangan yang akurat, jelas, dan jujur," jelas pria yang tengah menyelesaikan gelar doktor Ilmu Hukum bidang perlindungan konsumen ini.

Lalu, terkait penundaan. Aturan kompensasi itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 89 Tahun 2015. Di dalam beleid tersebut, diatur mengenai kompensasi yang didapat penumpang jika terdapat delay hingga pembatalan penerbangan. Untuk 60 menit pertama penundaan, maka penumpang berhak mendapatkan air mineral beserta makanan ringan. "Kalau melewati 120 menit, maskapai wajib menyediakan minuman beserta snack dan makanan berat," sambungnya.

Bila keterlambatan lebih dari 240 menit, maka maskapai wajib memberikan uang kompensasi sebesar Rp 300.000. Dan terakhir, lanjutnya, refund tiket sepenuhnya atau penjadwalan ulang jika penerbangan harus dibatalkan. "Sebenarnya kalau tidak puas bisa melakukan gugatan. Karena kerugian penumpang atas pembatalan bukan hanya soal pembelian tiket pesawat," begitu dia menyarankan.

Rolas melanjutkan, akses bagi kaum difabel seharusnya mendapatkan layanan khusus. Dirinya menunjuk, UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, sudah mengatur hak-hak yang dimiliki. Dalam Pasal 134 UU Penerbangan dijelaskan bahwa penyandang cacat, orang lanjut usia, anak-anak di bawah usia 12 tahun, dan/atau orang sakit berhak memperoleh pelayanan berupa perlakuan khusus dari badan usaha angkutan udara niaga. "Misalnya dapat prioritas tempat duduk," tuturnya.

Merujuk pada UU Penerbangan, ada banyak hak penumpang yang menjadi kewajiban maskapai. Jika terjadi kecelakaan, misalnya, penumpang berhak mendapat ganti rugi. Aturan turunan dibuat dalam Permenhub Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara.

Kemudian, apabila bagasi penumpang hilang, musnah atau hilang sebagai akibat dari kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat dalam pengawasan pengangkut, penumpang berhak mendapatkan ganti rugi. "Bahkan ada yang tunggu untuk bagasi tercatat yang belum ditemukan dan belum dapat dinyatakan hilang sebesar Rp200 ribu per hari. Tapi paling lama hanya tiga hari," sergahnya.

Jika bagasi tercatat penumpang hilang, diberikan ganti rugi sebesar Rp200ribu per kilogram dan paling banyak Rp4 juta per penumpang. "Sebenarnya penumpang bisa juga mempelajari ketentuan-ketentuan yang tertera dalam tiket. Ini sebenarnya penting," ungkapnya.

Namun, Rolas menitikberatkan pelaku usaha untuk senantiasa menjaga hak konsumen. Bila tidak, dia meyakini akan membuat kepercayaan publik menjadi berkurang. Hal ini dia yakini bisa merugikan pelaku usaha. "Tidak fair kalau masalah manajemen atau perselisihan kerja sama malah konsumen yang dikorbankan," tutup Rolas.
(nug)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4758 seconds (0.1#10.140)